ILMU
PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
Ilmu
(atau ilmu pengetahuan) adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu
bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang
dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari
epistemologi.
Kita
dapat mengambil sebuah contoh, Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah
lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu
psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup
pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan
dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya
matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai
untuk menjadi perawat.
Sikap
Ilmiah
Scientist atau Sikap ilmiah dimana
ilmuwan mempelajari gejala-gejala alam melalui observasi, eksperimentasi dan
analisis yang rasional. Ia menggunakan sikap-sikap tertentu (Scientific
attitudes). Sikap-sikap tersebut antara lain :
11.
Jujur
Seorang
ilmuwan wajib melaporakan hasil pengamatan secara objektif. Dalam kehidupan
sehari-hari mungkin saja ia tidak jujur dari manusia lain, tetapi dalam hal
penelitian ia harus sejujur-jujurnya dalam melaporkan penelitiannya.
22.
Terbuka
Seorang
ilmuwan mempunyai pandangan luas, terbuka dan bebas dari praduga. Ia tidak akan
meremehkan suatu gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan
mengujinya sebelum menerima/ menolaknya. Jadi ia terbuka akan pendapat orang
lain.
33.
Toleran
Seorang
ilmuwan tidak merasa bahwa ia paling hebat. Ia bersedia mengakui bahwa orang
lain mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih luas, atau mungkin saja
pendapatnya bisa salah. Dalam belajar menambah ilmu pengetahuan ia bersedia
belajar dari orang lain, membandingkan pendapatnya dengan pendapat orang lain,
serta tidak memaksakan suatu pendapat kepada orang lain
44.
Skeptis
Ilmuwan
dalam mencari kebenaran akan bersikap hati-hati, meragui, dan skeptis. Ia akan
menyalidiki bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia akan
bersikap kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan tanpa
didukung bukti-bukti yang kuat.
55.
Optimis
Seorang
ilmuwa selalu berpengharapan baik. Ia tidak akan berkata bahwa sesuatu itu
tidak dapat dikerjakan, tetapi akan mengatakan “ Berikan saya kesempatan untuk
memikirkan dan mencoba mengerjakan “.
66.
Pemberani
Ilmuwan
sebagai pencari kebenaran harus berani melawan semua kesalahan, penipuan,
kepura-puraan, kemunafikan dan kebatilan yang akan menghambat kemajuan.
77.
Kreatif
Ilmuwan
dalam mengembangkan ilmunya harus selalu kreatif agar terlihat lebih menarik.
Teknologi
Teknologi
merupakan satu konsep yang luas dan mempunyai lebih daripada satu takrifan.
Takrifan yang pertama ialah pembangunan dan penggunaan alatan, mesin, bahan dan
proses untuk menyelesaikan masalah manusia.
Istilah
teknologi selalunya berkait rapat dengan rekaan dan gadget menggunakan prinsip
sains dan proses terkini. Namun, rekaan lama seperti tayar masih menunjukkan
teknologi.
Maksud
yang kedua digunakan dalam bidang ekonomi, yang mana teknologi dilihat sebagai
tahap pengetahuan semasa dalam menggabungkan sumber bagi menghasilkan produk
yang dikehendaki. Oleh itu, teknologi akan berubah apabila pengetahuan teknikal
kita berubah.
Takrifan
teknologi yang diguna pakai di sekolah-sekolah dan institusi-insitusi pengajian
tinggi di Malaysia ialah aplikasi pengetahuan sains yang boleh memanfaatkan
serta menyelesaikan masalah manusia yang dihadapi dalam kehidupan seharian.
Ciri-ciri fenomena teknik pada
masyarakat :
- Rasionalitas, artinya tidakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
- Artifisialitas, artiya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
- Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi da rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
- Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
- Monisme artiya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
- Universalisme. artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
- Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip
Hubungan
Ilmu dengan Nilai-nilai Hidup
Penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan
dan mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan lebih lanjut ilmu dan
teknologi. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan
keilmuan maupun penggunaan ilmu, yang berarti dalam pengembangannya harus
memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
bersifat universal, bertanggungjawab pada kepentingan umum, dan kepentingan
generasi mendatang.
Tanggung
jawab ilmu menyangkut juga hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu dimasa
lalu, sekarang maupun akibatnya di masa mendatang, berdasarkan keputusan bebas
manusia dalam kegiatannya. Penemuan baru dalam ilmu terbukti ada yang dapat
mengubah sesuatu aturan nilai-nilai hidup baik alam maupun manusia. Hal ini
tentu menuntut tanggung jawab untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan dalam
perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu
itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Tanggung
jawab etis tidak hanya menyangkut upaya penerapan ilmu secara tepat dalam
kehidupan manusia, melainkan harus menyadari apa yang seharusnya dilakukan atau
tidak dilakukan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia seharusnya,
baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya
maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.
Jadi
perkembangan ilmu akan mempengaruhi nili-nilai kehidupan manusia tergantung
dari manusianya itu sendiri, karena ilmu dilakukan oleh manusia dan untuk
kepentingan manusia dalam kebudayaannya. Kemajuan di bidang ilmu memerlukan
kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, karena tugas terpenting ilmu
adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat bersungguh-sungguh mencapai
pengertian tentang martabat dirinya.
Mengapa
Ilmu Tidak Dapat Terpisahkan dengan Nilai - Nilai Hidup
Ilmu
dapat berkembang dengan pesat menunjukkan adanya proses yang tidak terpisahkan
dalam perkembangannya dengan nilai-nilai hidup. Walaupun ada anggapan bahwa
ilmu harus bebas nilai, yaitu dalam setiap kegiatan ilmiah selalu didasarkan
pada hakikat ilmu itu sendiri. Anggapan itu menyatakan bahwa ilmu menolak
campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu
sendiri, yaitu ilmu harus bebas dari pengandaian, pengaruh campur tangan politis,
ideologi, agama dan budaya, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu
terjamin, dan pertimbangan etis menghambat kemajuan ilmu.
Pada
kenyataannya, ilmu bebas nilai dan harus menjadi nilai yang relevan, dan dalam
aktifitasnya terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai hidup harus
diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu jika praktiknya mengandung
tujuan yang rasional. Dapat dipahami bahwa mengingat di satu pihak objektifitas
merupakan ciri mutlak ilmu, sedang dilain pihak subjek yang mengembangkan ilmu
dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan
kesimpulan yang dibuatnya.
Setiap
kegiatan teoritis ilmu yang melibatkan pola subjek-subjek selalu mengandung
kepentingan tertentu. Kepentingan itu bekerja pada tiga bidang, yaitu pekerjaan
yang merupakan kepentingan ilmu pengetahuan alam, bahasa yang merupakan
kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika, dan otoritas yang merupakan
kepentingan ilmu sosial.
Dengan
bahasan diatas menjawab pertanyaan mengapa ilmu tidak dapat dipisahkan dengan
nilai-nilai hidup.
Ditegaskan
pula bahwa dalam mempelajari ilmu seperti halnya filsafat, ada tiga pendekatan
yang berkaitan dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup manusia, yaitu:
1. Pendekatan Ontologis
Ontologi
adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan
ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu.
Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada
daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia.
Dalam
kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan
objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat
mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan
kehidupan.
2. Pendekatan Epistemologi
Epistemologis
adalah cabang filsafat yang membahas tentang asal mula, sumber, metode,
struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitannya dengan ilmu,
landasan epistemologi mempertanyakan proses yang memungkikan dipelajarinya
pengetahuan yang berupa ilmu.
Dalam
kaitannya dengan moral atau nilai-nilai hidup manusia, dalam proses kegiatan
keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran, yang
dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu
dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual. Jadi
ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci kebohongan.
3. Pendekatan Aksiologi
Aksiologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai
landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu
itu dipergunakan. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kemaslahatan manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau
alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat
manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk itu
ilmu yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal.
Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap
orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa
ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.
Kemiskinan
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai
cara. Pemahaman utamanya mencakup :
- Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
- Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
- Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Ciri
- Ciri Kemiskinan antara lain :
Apabila kita amati, mereka yang
hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Mereka umumnya tidak mempunyai factor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal dan keterampilan.
- Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
- Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD atau SLTP. Waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar.
- Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan
- Kebanyakan dari mereka yang hidup di kota, masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan yang mumpuni dan pendidikan yang layak untuk bersaing di kota. Sehingga banyak dari mereka bekerja sebagai buruh kasar, pedagang musiman, tukang becak, pembantu rumah tangga. Beberapa dari mereka bahkan jadi pengangguran atau gelandangan.
Fungsi-fungsi Orang Miskin
Pertama :
adalah
menyediakan tenaga kerja untuk pekerjaan kotor, tidak terhormat, berat,
berbahaya, tetapi di bayar murah.
Kedua :
kemiskinan
adalah menambah atau memperpanjang nilai guna barang atau jasa. Baju bekas yang
sudah tidak terpakai dapat di jual ( atau dengan bangga di katakan ” di infakan
”)kepada orang-orang miskin.
Ketiga :
kemiskinan
adalah mensubsidi berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan orang-orang
kaya. Pegawai-pegawai kecil, karena di bayar murah, petani tidak boleh menaikan
harga beras mereka untuk mensubsidi orang-orang kota.
Kempat :
kemiskinan
adalah menyediakan lapangan kerja,bagaimana mungkin orang miskin memberikan
lapangan kerja ? karena ada orang miskin lahirlah pekerjaan tukang kredit (
barang atau uang ) aktivis-aktivis LSM ( yang menyalurkan dana dari badan-badan
internasional lewat para aktivis yang belum mendapatkan pekerjaan kantor )
belakangan kita tahu bahwa tidak ada komunitas yang paling laku di jual oleh
negara ketiga di pasaran internasional selain kemiskinan.
Kelima :
kemiskinan
adalah memperteguh status sosial orang-orang kaya, perhatikan jasa orang miskin
pada perilaku orang-orang kaya baru. Sopir yang menemaninya memberikan label
bos kepadanya. Nyonya-nyonya dapat menunjukan kekuasaannya dengan memerintah
inem-inem mengurus rumah tangganya.
PENDAPAT
Ilmu pengetahuan dan
teknologi memiliki kaitan yang jelas, yakni teknologi merupakan penerapan dari
ilmu pengetahuan. Selain itu, teknologi juga mengandung ilmu pengetahuan
didalamnya. Ilmu pengatahuan digunakan untuk mengatahui “apa” sedangkan
teknologi digunakan untuk mengatahui “bagaimana”. Perubahan teknologi yang
cepat dapat menyebabkan kemiskinan, karena dapat menyebabkan perubahan sosial
yang fundamental.
AGAMA
DAN MASYARAKAT
PENGERTIAN AGAMA DAN MASYARAKAT
Kaitan
agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang ati dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan
maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman
agama para tasauf.
Bukti-bukti
itu sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang
final dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi
tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan
agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada
tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat
antagonis.
Peraturan
agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang
normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Contoh
kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan
disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk.
Hal ini, pertama, disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok
lama di mana individu merasa aman dan responsive dengan kelompoknya menjadi
hilang. Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap
nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan
makna bagi kehidupan kelompok.
PENGERTIAN AGAMA DAN MASYARAKAT
Masyarakat adalah
suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983).
Sedangkan agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan,
atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya
dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan
kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam
kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh
secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000,
kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam,
5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya
agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama
sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia
memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung
telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah,
kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di
dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda.
Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk
menyesuaikan kultur di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan
Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk
di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu
(Confusius)”.
*Islam
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah
penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim
dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa
dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia
melalui perdagangan.
*Hindu
Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada
abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan
Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
*Budha
Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam
masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
*Kristen Katolik
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia
pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan
ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di
Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol
yang berdagang rempah-rempah.
*Kristen
Protestan
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama
masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16.
Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan
jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang
dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para
misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat
Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
*Konghucu
Agama Konghucu berasal dari Cina
daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan
pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain,
Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
1. Fungsi Agama
Ada
tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama
dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga
aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat
diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi
lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan
adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan
pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu
hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan
sejumlah fungsi.
Manusia
yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola
mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi
di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan
penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu
sendiri.
Teori
fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan
sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga
sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai
duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi
transdental.
Aksioma
teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan
sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan
pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali itu
meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting
bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu
sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi
kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan timbul konflik
antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan.
Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari
berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi,
seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk
mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama
dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur
tersebut.
Fungsi
agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan
masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana
sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan
yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama
dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu
mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan
memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi
agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang
bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral
itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat
duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
Fungsi
agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu
ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi
agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa,
maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk
mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan
akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya
“moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup
adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk
mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinue.
Masalah
fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Menurut
Roland Robertson (1984), dimensikomitmen agama diklasifikasikan menjadi :
A. Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius
akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran tertentu.
B. Agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan
dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan
mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif
spontan.
C. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai
pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu
berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang
singkat.
D. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap
religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan
upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
E. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku
perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling penting bagi agama.
Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan metode empiris
berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalh kemanusiaan,
sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan sering kali dengan
pengorbanan lingkungan yang sakral. Menurut Roland Robertson, watak masyarakat
sekular tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya,
sediktnya peranan dalam pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-kebiasaan
agama.
Umumnya,
Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan
pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan
bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal
itu menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu mempertahankan
ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila
pengaruh agama sudah berkurang.
2. Pelembagaan Agama
Agama
sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak
memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui
dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan
bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi
ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat
diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi
itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Menurut
Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara
utuh.
A. Masyarakat
yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang.
Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka
dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke
dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
- Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
- Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
B. Mayarakat-masyarakat
Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi.
Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada
saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan.
Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain,
agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama
hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah
biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis
dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu
unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang
melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental),
seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena
justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk
kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan
akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan
tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama
masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi
salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang
menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang
dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian
kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk
memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman
kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan
menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure
kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah
mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama,
apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang
penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga
keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.
Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola
ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau
organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi
keagamaan.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan
batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal
alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju
ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam
berbagai corak organisasi keagamaan.
SUMBER :
http://mustainronggolawe.wordpress.com/2012/01/07/ilmu-pengetahuan-teknologi-dan-kemiskinan/
http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/17/fungsi-fungsi-orang-miskin/
http://obyramadhani.wordpress.com/2009/11/20/agama-dan-masyarakat/