Manusia dan Keindahan
Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan ALLAH swt yang paling
sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya, karena manusia mempunyai akal dan
pikiran untuk berfikir secara logis dan dinamis, dan bisa membatasi diri dengan
perbuatan yang tidak dilakukan, dan kita pun bisa memilih perbuatan mana yang
baik (positif) atau buruk (negatif) buat diri kita sendiri. Selain itu dapat
diartikan manusia secara umum adalah manusia sebagai makhluk pribadi dan
makhluk sosil. Karena bukan hanya diri sendiri saja tetapi manusia perlu bantuan dari
orang lain. Maka sebab itu manusia adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk
sosial.
1. Keindahan
A. Pengertian Keindahan
Keindahan, sering diutarakan kepada
situasi tertentu, arti kata keindahan yaitu berasal dari kata indah, artinya
bagus, permai, cantik, elok, molek dan sebagainya. Keindahan identik dengan
kebenaran. Keindahan identik dengan kebenaran, sesuatu yang indah itu
selalu mengandung kebenaran. Walaupun kelihatanya indah tapi tidak mengandung
kebenaran maka hal itu pada prinsipnya tidak indah.
Keindahan bersifat universal,
artinya keindahan yang tak terikat oleh selera perorangan, waktu, tempat atau
daerah tertentu, bersifat menyeluruh. Segala sesuatu yang mempunyai sifat indah
antara lain segala hasil seni, pemandangan alam, manusia dengan segala anggota
tubuhnya dan lain sebagainya. Dalam bahasa Latin, keindahan diterjemahkan dari
kata“bellum” Akar katanya adalah “benum” yang berarti
kebaikan. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan kata “beautiful”, Prancis “beao” sedangkan
Italy dan Spanyol ”beloo”.
Dalam arti luas meliputi keindahan
hasil seni, alam, moral dan intelektual. Dan dalam arti estetik keindahan
mencakup pengalaman estetik seseorang dalam hubunganya dengan hubunganya dengan
segala sesuatu yang diserapnya. Sedangkan dalam arti terbatas keindahan sangat
berkaitan dengan keindahan bentuk dan warna.
Sesungguhnya keindahan itu memang
merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya beraneka ragam. Salah satu
jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua benda yang dianggap indah
dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian
keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu
yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang paling sering disebut adalah
kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan
(balance) dan perlawanan (contrast).
Keindahan atau keelokan merupakan sifat
dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang memberikan
pengalaman persepsi kesenangan, bermakna, atau kepuasan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang,
cantik, bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari
estetika, sosiologi, psikologi sosial, dan budaya. Sebuah “kecantikan yang
ideal” adalah sebuah entitas yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan
dengan keindahan dalam suatu budaya tertentu, untuk kesempurnaannya.
Pengalaman “keindahan” sering melibatkan
penafsiran beberapa entitas yang seimbang dan selaras dengan alam, yang dapat
menyebabkan perasaan daya tarik dan ketenteraman emosional. Karena ini adalah
pengalaman subyektif, sering dikatakan bahwa beauty is in the eye of the
beholder atau “keindahan itu berada pada mata yang melihatnya.”
Kata benda Yunani klasik untuk
“keindahan ” adalah κάλλος, kallos, dan kata sifat untuk “indah” itu καλός,
kalos. Kata bahasa Yunani Koine untuk indah itu ὡραῖος, hōraios,kata sifat
etimologis berasal dari kata ὥρα, hora, yang berarti “jam.” Dalam bahasa Yunani
Koine, keindahan demikian dikaitkan dengan “berada di jam (waktu) yang
sepatutnya.”
Sebuah buah yang matang (pada waktunya)
dianggap indah, sedangkan seorang wanita muda mencoba untuk tampil lebih tua
atau seorang wanita tua mencoba untuk tampil lebih muda tidak akan dianggap
cantik. Dalam bahasa Yunani Attic, hōraios memiliki banyak makna, termasuk
“muda” dan “usia matang.”
B. Perbedaan Antara Keindahan
sebagai suatu kualitas Abstrak dan Sebagai sebuah benda tertentu yang Indah.
Keindahan dapat
kita temui disekitar kita, dapat sebuah pemandangan, benda, hiasan dll.
Terkadang tidak semua sesuatu yang abstrak intu tidak indah. Contoh banyak
sekali lukisan yang bersifat “ABSTRAK” indah untuk dipandang. Tak kala kita tercengang
karena keindahan yang abstrak itu.
C. Keindahan yang Seluas –
luasnya.
Keindahan dalam arti luas merupakan
pengertian semula dan bangsa Yunani dulu yang di
dalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang
indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagi
sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang
indah dan kebajikan yang indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah
pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga
mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya ‘symrnetria’
untuk keindahan berdasarkan penglihatan (misalnya pada karya pahat dan
arsitektur) dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi
pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi:
- keindahan
seni
- keindahan
alam
- keindahan
moral
- keindahan
intelektual
Keindahan itu
sangat luas. Keindahan dapat kita temui di segala penjuru, serta sudut-sudut
yang terkadang kita tak pernah sadari kalau disitu
terdapat keindahan yang amazing.
D. Nilai Etetik.
Estetika adalah
salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang
membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi
yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian
terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan
filosofi seni.
Dalam
rangka teori umum tentang nilai The Liang Gie menjelaskan bahwa pengertian
keindahan dianggap sebagal salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral,
nilai ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan
segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Masalahnya
sekarang ialah: apakah nilai estetik itu ? dalam bidang filsafat, istilah nilai
sering kali dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan
(worth) atau kebaikan (goodness). Dalam dictionary of sociology and related
sciences diberikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagi sebagai
berikut:
“The
believed capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any
object which causes it to be on interest to an individual or a group”.
(kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu
keinginan manusia. Sifat dan sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau sesuatu golongan).
Menurut
kamus itu selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang
harus dibedakan secara tegas dan kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia
dan bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat
pada sesuatu benda sampai terbukti ketidakbenarannya.
E. Perbedaan nilai Ekstrinsik
dan nilai Instrintik.
Nilai Ekstrinsik
adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal
lainnya (Instrumental/Contribution Value), yakni bersifat sebagai alat atau
membantu.
Nilai Instrinsik
adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau suatu tujuan ataupun demi
kepentingan benda itu sendiri.
F. Pengertian tentang
Kontemplasi dan Ekstansi.
Keindahan
dapat dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan
pada selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati
sesuatu yang indah.
Apabila
kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka akan
terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang indah itu memikat
atau menarik perhatian orang yang melihat, mendengar. Bentuk di luar diri
manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari,
seni sastra, seni drama dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya
pemandangan alam, bunga warna- warni , dan lain-lain.
Apabila
kontemplasi dan ekstansi ini dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi
itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi ini
merupakan faktor pendorong untuk merasakan, menikmati keindahan. Karena derajat
kontemplasi dan ekstansi juga berbeda-beda antara setiap manusia, maka
tanggapan terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang
satu mengatakan karya seni itu indah, tetapi orang lain mengatakan karya seni
itu tidak/kurang indah, karena selera seni berlainan.
Bagi
seorang seniman selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan
seniman. Bagi orang bukan seniman mungkin faktor ekstansi lebih menonjol. Jadi,
Ia lebih suka menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata
lain, Ia hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan
keindahan.
Kontemplasi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah yang
merupakan suatu proses bermeditasi merenungkan atau berpikir penuh dan mendalam
untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan tujuan atau niat suatu hasil
penciptaan.
Ekstansi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati
sesuatu yang indah.
2. Renungan
Renungan berasal dari kata renung; artinya diam-diam
memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah
hasil merenung. Dalam merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori antara
lain : teori pengungkapan, teori metafisik dan teori psikologis.
v Teori
Pengungkapan
Dalil teori ini ialah bahwa “arts is an expresition
of human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia) Teori
ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika
menciptakan karya seni. Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf
Italia Benedeto Croce (1886-1952) Beliau antara lain menyatakan bahwa “Seni
adalah pengungkapan pesan-pesan) expression adalah sama dengan intuition, dan
intuisi adalah pegnetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentagn
hal-hal individual yang menghasilkan gambaran angan-angan (images).”
Seorang tokoh lainnya adalah Leo Tolstoi dia
menegaskan bahwa kegiatan seni aalah memunculkan dalam diri sendiri suatu
perasaan yagn seseorang telah mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian
dengan perantaraan berbagai gerak, garis, warna, suara dan bentuk yang
diungkapkan dalam kata-kata memindahkan perasaan itu sehingga orang-orang
mengalami perasaan yang sama.
v Teori Metafisik
Teori seni yang bercotak metafisik merupakan salah
satu contoh teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang karya-karyanya
untuk sebagian membahas estetik filsafat, konsepsi keindahan dari teori seni.
Mengenai sumber seni Plato mengungkapkan suatu teori peniruan (imitation
teori). Ini sesuai dengan metafisika Plato yang mendalikan adanya dunia ide
pada tarat yang tertinggi sebgai realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah
terdapat realita duniawi ini yang merupakan cerminan semu dan mirip
realita ilahi. Dan karyu seni yang dibuat manusia adalah merupakan mimemis
(tiruan) dari ralita duniawi.
v Teori Psikologis
Para ahli estetik dalam abad modern menelaah
teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya
dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya berdasarkan
psikoanalisa dikemukakan bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan
keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman. Sedang karya seni tiu merupakan
bentuk terselubung atau diperhalus yang wujudkan keluar dari
keinginan-keinginan itu. Teori lain lagi yaitu teori permainan yang
dikembangkan oleh Fredrick Schiller (1757 -1805) dan Herbert Spencer ( 1820 –
1903 ) menurut Schiller, asal seni adalah dorongan batin untuk bermain-main
(play impulse) yang ada dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan
menyeimbangkan segenap kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya
kelebihan energi yang harus dikeluarkan. Dalam teori penandaan (signification
theory) memandang seni sebagai lambing atau tanda dari perasaan manusia.
3. Keserasian
Keserasian berasal dari kata serasi dan dari kata
dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai benar. Kata cocok, kena dan
sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan,ukuran dan seimbang. Dalam pengertian perpaduan misalnya, orang
berpakaian harus dipadukan warnanya bagian atas dengan bagian bawah. Atau
disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cara memadu itu kurang cocok, maka akan
merusak pemandangan. Sebaliknya, bila serasi benar akan membuat orang puas
karenanya. Atau orang yang berkulit hitam kurang pantas bila memakau baju warna
hijau, karena warna itu justru menggelapkan kulitnya.
Pertentangan pun menghasilkan keserasian. Misalnya dalam duma musik, pada hakekatnya irama yang mengalun itu merupakan pertentangan suara tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut. Karena itu dalam keindahan ini, sebagian ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada dasamya adalah sejumlah kualitas / pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity). keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance), dan keterbalikan (contrast). Selanjutnua dalam hal keindahan itu dikatakan tersusun dari berbagai keselarasan dan keterbalikan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Tetapi ada pula yangberpendapat bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang serasi dalarn suatu benda dan diantara benda itu dengan si pengarnat.
Filsuf Ingris Herbert Read merumuskan definisi,
bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di
antara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauti is unity of formal relations
among our sence-perception). Pendapat lain menganggap pengaiaman estetik suatu
keselaras dinarnik dari perenungan yang menyenangkan. Dalam keselarasan itu
seseorang memiliki perasaan-perasaan seimbang dan tenang, mencapai cita rasa
akan sesuatu yang terakhirdan rasa hidup sesaat di tempat-ternpat kesempumaan
yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya.
v
Teori Obyektif Dan Teori Subyektif
The Liang
Gie dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni
ada dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif. Salah
satu persoalan pokok dan teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari
keindahan. Apakah keindahan merupakan sesuatu yang ada pada benda indah atau
hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dan persoalan-persoalan
tersebut lahirlah dua kelompok teori yang terkenal sebagai teori obyektif dan
teori subyektif.
Pendukung
teori obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat, sedang pendukung
teori subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury dan Edmund Burke. Teori
obyektif berpendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai
estetik adalah sifat (kualita) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang
bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan
sifat-sifat indah yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali tidak
berpengaruh untuk menghubungkan. Yang menjadi masalah ialah ciri-ciri khusus
manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah atau dianggap bernilai
estetik, salah satu jawaban yang telah diberikan selama berabad-abad ialah
perimbangan antara bagian-bagian dalam benda indah itu. Pendapat lain
menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta dengan terpenuhinya asas-asas
tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori subyektif.
menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak
ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda.
Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dan si pengamat itu.
Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu
diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetik
sebagai tanggapan terhadap benda indah itu. Yang
tergolong teori subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan
di antara suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti
misalnya yang berupa menyukai atau menikmati benda itu.
v
Teori
Perimbangan
Teori
obyektif memandang keindahan sebagai suatu kwalita dan benda-benda. Kwalita
bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh
bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abad 5 sebelum
Masehi sampai abad 17 di Eropa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno
yang berupa banyak tiang besar.
Teori
perimbangan tentang keindahan dan bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam
arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan
angka-angka. Keindahan dianggap sebagai kwalita
dari benda-benda yang disusun (yakni mempunyai bagian-bagian). Hubungan dan
bagian-bagian yang menciptakan keindahan dapat dinyatakan sebagai perimbangan
atau perbandingan angka-angka.
Bangsa
Yunani menemukan bahwa hubungan-hubungan matematis yang cemat sebagaimana
terdapat dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi ternyata dapat
diwujudkan dalam benda-benda bersusun yang indah. Bahkan Pythagoras yang
mencetuskan teori proporsi itu menemukan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan
oleh seutas senar tergantung pada panjang senar itu dan bahwa macamnya nada
yang dikeluarkan oleh seutas senar akan menghasilkan susunan nada yang selaras
(yakni indah di dengar), apabila panjangnya masing-masing senar itu mempunyai
hubungan perimbangan bilangan-bilangan yang kecil misalnya 1:1, 1:2, 2:3 dan
seterusnya. Jadi menurut teori proporsi ini keindahan terdapat dalam suatu
benda yang bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama lain sebagai
bilangan-bilangan kecil. Contoh visual untuk perimbangan yang menyenangkan
dilihat dan karenanya disebut indah oleh bangsa Yunani dulu ialah bentuk empat
persegi, elips yang masing-masing mempunyai proporsi 1:1 atau 3:5. Perimbangan
itu dinamakan perbandingan keemasan (golden ratio).
Teori
perimbangan berlaku dan abad ke-5 sebelum masehi sampai abad ke 17 masehi
selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan dan filsafat empirisme dan
aliran-aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang
subyektif sifatnya. Keindahan hanya ada pada pikiran
orang yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu keindahan yang
berbeda-beda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa keindahan
sesungguhnya tercipta dan tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dari daya
hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu tidak
mungkin disusun teori umum tentang keindahan.
Hubungan
Manusia dan Keindahan
Manusia dan keindahan memang tak
bisa dipisahkan sehingga kia perlu melestarikan bentuk dari keindahan yang
telah dituangkan dalam berbagai bentuk kesenian (seni rupa, seni suara maupun
seni pertunjukan) yang nantinya dapat menjadi bagian dari suatu kebudayaan yang
dapat dibanggakan dan mudah-mudahan terlepas dari unsur politik. Kawasan
keindahan bagi manusia sangat luas, seluas keanekaragaman manusia dan sesuai
pula dengan perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu
keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan merupakan bagian hidup manusia. Keindahan
tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dimanapun kapan pun dan siapa saja
dapat menikmati keindahan.
Keindahan identik dengan kebenaran.
Keindahan merupakan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya
mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tarik yang selalu
bertambah. Sesuatu yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Karena
itu hanya tiruan lukisan Monalisa yang tidak indah, karena dasarnya tidak
benar. Sudah tentu kebenaran disini bukan kebenaran ilmu, melainkan kebenaran
menurut konsep dalam seni. Dalam seni, seni berusaha memberikan makna
sepenuh-penuhnya mengenai obyek yang diungkapkan.
Manusia yang menikmati keindahan
berarti manusia mempunyai pengalaman keindahan. Pengalaman keindahan
biasanya bersifat terlihat (visual) atau terdengar (auditory) walaupun tidak
terbatas pada dua bidang tersebut.
Keindahan tersebut pada dasarnya
adalah almiah. Alam itu ciptaan Tuhan. Alamiah itu adalah wajar tidak
berlebihan dan tidak kurang. Konsep keindahan itu sendiri sangatlah
abstrak ia identik dengan kebenaran. Batas keindahan akan behenti pada pada
sesuatu yang indah dan bukan pada keindahan itu sendiri. Keindahan mempunyai
daya tarik yang selalu bertambah, sedangkan yang tidak ada unsur keindahanya
tidak mempunyai daya tarik. Orang yang mempunyai konsep keindahan adalah orang
yang mampu berimajinasi, rajin dan kreatif dalam menghubungkan benda satu
dengan yang lainya. Dengan kata lain imajinasi merupakan proses menghubungkan
suatu benda dengan benda lain sebagai objek imajinasi. Demikian pula kata indah
diterapkan untuk persatuan orang-orang yang beriman, para nabi, orang yang
menghargai kebenaran dalam agama, kata dan perbuatan serta orang – orang yang saleh merupakan persahabatan yang paling indah.
Jadi, keindahan mempunyai dimensi
interaksi yang sangat luas baik hubungan manusia dengan benda, manusia dengan
manusia, manusia dengan Tuhan, dan bagi orang itu sendiri yang melakukan
interaksi.
Pengungkapan keindahan dalam karya
seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Motivasi
itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan hidup manusia,
mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam masyarakat,
mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi lainnya. Tujuannya tentu saja dilihat
dari segi nilai kehidupan manusia, martabat manusia, kegunaan bagi manusia
secara kodrati.
Ada beberapa alasan mengapa manusia
menciptakan keindahan, yaitu sebagai berikut:
1)
Tata nilai yang telah usang
2)
Kemerosotan Zaman
3)
Penderitaan Manusia
4)
Keagungan Tuhan
Sumber :
http://oebudhi.blogspot.com/2012/04/manusia-dan-keindahan.html
http://blog.uin-malang.ac.id/gudangmakalah/2011/06/17/manusia-dan-keindahan/
0 komentar:
Posting Komentar